Biji Tasbih Bukan Bid’ah (1) |
وعد التسبيح بالأصابع سنة كما قال النبى للنساء سبحن وإعقدن بالأصابع فإنهن مسؤولات مستنطقات
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Menghitung tasbih dengan jari itu dianjurkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para wanita, “Bertasbihlah dan hitunglah dengan jari karena sesungguhnya jari jemari itu akan ditanyai dan diminta untuk berbicara.
وأما عده بالنوى والحصى ونحو ذلك فحسن وكان من الصحابة رضى الله عنهم من يفعل ذلك وقد رأى النبى أم المؤمنين تسبح بالحصى واقرها على ذلك وروى أن أبا هريرة كان يسبح به
Sedangkan berdzikir dengan menggunakan biji atau kerikil atau pun semisalnya maka itu adalah perbuatan yang baik. Di antara para sahabat ada yang melakukannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melihat salah seorang isterinya bertasbih dengan menggunakan kerikil dan beliau membiarkannya. Terdapat pula riwayat yang menunjukkan bahwa Abu Hurairah bertasbih dengan menggunakan kerikil.
وأما التسبيح بما يجعل فى نظام من الخرز ونحوه فمن الناس من كرهه ومنهم من لم يكرهه
Adapun bertasbih dengan menggunakan manik-manik yang dirangkai menjadi satu (sebagaimana biji tasbih yang kita kenal saat ini, pent) maka ulama berselisih pendapat. Ada yang menilai hal tersebut hukumnya makruh, ada pula yang tidak setuju dengan hukum makruh untuk perbuatan tersebut.
وإذا أحسنت فيه النية فهو حسن غير مكروه
(Kesimpulannya) jika orang yang melakukannya itu memiliki niat yang baik (baca: ikhlas) maka berzikir dengan menggunakan biji tasbih adalah perbuatan yang baikdan tidak makruh.
وأما إتخاذه من غير حاجة أو إظهاره للناس مثل تعليقه فى العنق أو جعله كالسوار فى اليد او نحو ذلك فهذا إما رياء للناس أو مظنة المراءاة ومشابهة المرائين من غير حاجة
Adapun memiliki biji tasbih tanpa ada kebutuhan untuk itu atau mempertontonkan biji tasbih kepada banyak orang semisal dengan mengalungkannya di leher atau menjadikannya sebagai gelang di tangan atau semisalnya maka status pelakunya itu ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, dia riya’ dengan perbuatannya tersebut. Kemungkinan kedua, dimungkinkan dia akan terjerumus ke dalam perbuatan riya’ dan perbuatan tersebut adalah perbuatan menyerupai orang-orang yang riya’ tanpa ada kebutuhan.
الأول محرم
Jika benar kemungkinan pertama maka hukum perbuatan tersebut adalah haram.
والثاني أقل أحواله الكراهة
Jika yang tepat adalah kemungkinan yang kedua maka hukum yang paling ringan untuk hal tersebut adalah makruh.
فإن مراءاة الناس فى العبادات المختصة كالصلاة والصيام والذكر وقراءة القرآن من أعظم الذنوب
Sesungguhnya memamerkan ibadah mahdhah semisal shalat, puasa, dzikir dan membaca al Qur’an kepada manusia adalah termasuk dosa yang sangat besar”.
Sumber:
Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 22, hal 506, cetakan standar.
Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 22, hal 506, cetakan standar.
Artikel www.ustadzaris.com
Posting Komentar