Sunnah & Syi’ah |
Sahabat Nabi dalam Akidah Ahlisunnah & Kebencian Syi’ah.
Saudaraku, bila Anda mencermati sejarah para nabi dan umatnya, niscaya Anda dapatkan bahwa sahabat setiap nabi adalah orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat nabi tersebut. Kesimpulan Anda ini benar adanya dan selaras dengan sabda Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ نَبِىٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ
Tidaklah ada seorang nabi pun yang diutus kepada suatu umat sebelumku, kecuali ia memiliki para pendamping dan sahabat setia, yang senantiasa mengikuti ajarannya dan berpedoman dengan perintahnya. Sepeninggal mereka, datanglah suatu generasi yang biasa mengatakan sesuatu yang tidak mereka perbuat, serta melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. (H.R.Muslim).
Demikian pula halnya dengan Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat beliau adalah generasi terbaik dari umat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah. (Q.S. Ali Imrân/3: 110).
Saya yakin, Anda pun meyakini bahwa generasi pertama dari umat Islam yaitu para sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik dari umat Islam. Bukankah demikian, Saudaraku!
Akan tetapi, tahukah Anda, siapakah Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mata umat Syi’ah? Anda ingin tahu, silahkan simak riwayat-riwayat mereka berikut,
عَنْ سُدَيْرٍ عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ سَنَةً، إِلاَّ ثَلاَثَةٌ: فَقُلْتُ: وَمَنْ الثَّلاَثَةُ ؟ فَقَالَ: الْمِقْدَادُ بْنُ اْلأَسْودُ وَأَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَسَلْمَانَ اْلفَارِسِيُّ، وَقَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِيْنَ دَارَتْ عَلَيْهِمُ الرَّحَى وَأَبَوْا أَنْ يُبَايِعُوْا حَتَّى جَاؤُوْا بِأَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ مَكْرَهاَ فَبَايَعَ
Dari Sudair, ia meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm, “Dahulu sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruh manusia murtad selama satu tahun, kecuali tiga orang.” As-Sudair pun bertanya, “Siapakah ketiga orang tersebut?”Dia menjawab, “Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi,” lalu beliau berkata, “Mereka itulah orang-orang yang tetap kokoh dengan pendiriannya dan enggan untuk membaiat (Abu Bakar As-Shiddîq-pen) hingga didatangkan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thâlib) ‘alaihissalâm dalam keadaan terpaksa, lalu beliaupun berbaiat.” [Bihârul Anwâr oleh al-Majlisy 22/351 dan Tafsir Nur As-Tsaqalain, karya Abdu Ali bin Jum'ah al- 'Arusy al-Huwaizy, 1/396]
Syaikh Mufîd (wafat tahun 413 H) juga meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm,
اِرْتَدَّ النَّاسُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ إِلاَّ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ: الْمِقْدَادُ بْنُ اْلأَسْوَدِ وَأَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَسَلْمَانُ اْلفَاِرسِيُّ، ثُمَّ ِإنَّ النَّاسَ عَرَفُوْا وَلَحِقُوْا بَعْدُ
Seluruh manusia menjadi murtad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang, al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâry, dan Salmân al-Fârisi. Kemudian setelah itu manusia mulai menyadari, dan kembali masuk Islam.” [Al-Ikhtishâsh, karya Asy-Syaikh Mufîd, hlm. 6]
Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap mempertahankan keislamannya menjadi empat orang:
Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far, bahwa ia berkata,
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ لَمَّا قُبِضَ، صَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةٌ: عَلِيٌّ وَالْمِقْدَادُ وَسَلْمَانُ وَأَبُوْ ذَرٍّ
Sesungguhnya, tatkala Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, seluruh manusia kembali kepada kehidupan jahiliyah, kecuali empat orang saja: yaitu Ali, al-Miqdâd, Salmân dan Abu Dzar.” [Tafsir Al 'Ayyasyi 1/199, karya An-Nadhir Muhammad bin Mas'ûd as-Samarqandi (wafat th: 320 H), Bihârul Anwâr 22/333 karya Al-Majlisy, (wafat th. 1111 H)]
Saudaraku! apa perasaan Anda tatkala membaca beberapa contoh riwayat yang termaktub dalam kitab-kitab terpercaya agama Syi’ah di atas?
Saya yakin, batin Anda menjerit, keimanan Anda menjadi berkobar ketika membaca riwayat-riwayat itu. Betapa tidak, para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dinyatakan telah murtad, kecuali tiga orang saja.
Saudaraku! Coba tenangkan perasaan Anda, lalu baca kembali dengan seksama riwayat-riwayat di atas. Tidakkah Anda mendapatkan hal yang aneh pada kedua riwayat tersebut? Pada riwayat tersebut dinyatakan bahwa yang tetap berpegang teguh dengan keimanan dan keislamannya hanya ada tiga orang. Dan pada riwayat lainnya dijelaskan maksud dari ketiga orang tersebut, yaitu: Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâry, dan Salmân al-Fârisi.
Bila demikian adanya, lalu bagaimana halnya dengan Ali bin Abi Thâlib, Fâtimah bintu Rasulullâhshallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua putranya, yaitu al-Hasan dan al-Husain? Mungkinkah mereka termasuk yang murtad, karena yang dinyatakan tetap berpegang dengan keislamannya hanyalah tiga, dan mereka semua tidak termasuk dari ketiga orang tersebut?
Demikianlah Saudaraku! Umat Syi’ah mempropagandakan sebagai para pencinta Ahlul Bait dan pembela mereka. Akan tetapi, faktanya, mereka menghinakan Ahlul Bait, bahkan menganggap mereka telah murtad dari Islam. Bila Anda tidak percaya, silahkan buktikan dan datangkan satu riwayat saja yang menyebutkan bahwa Ahlul Bait tidak termasuk yang murtad sepeninggal Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya yakin Anda tidak akan menemukan riwayat tersebut, walau Anda membaca seluruh kitab-kitab Syi’ah.
Apa yang saya paparkan di atas, menjadi alasan bagi Imam ‘Amir bin Syurahil asy-Sya’bi untuk berkata tentang sekte Syi’ah, “Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki satu kelebihan bila dibandingkan dengan agama Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi, ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat Nabi Mûsa.’ Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani, ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setiap Nabi ‘Isa.’ Akan tetapi, bila dikatakan kepada agama Râfidhah (Syi’ah), ‘Siapakah orang terjelek dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setia Nabi Muhammad.’”
Saudaraku! Mungkin Anda bertanya-tanya, “Mengapa para pengikut agama Syi’ah begitu membenci para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama ketiga Khulafâ‘ur Râsyidinyaitu Abu Bakar, Umar dan Utsmân? Saudaraku! Benarkah Anda merasa penasaran ingin mengetahui biang kebencian mereka kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Obatilah rasa penasaran Anda dengan jawaban seorang pakar yang telah kenyang dengan pengalaman dalam menghadapi para penganut Syi’ah. Tokoh tersebut adalah Abu Zur’ah ar-Râzirahimahullah. Beliau menyampaikan hasil studi dan pengalaman beliau pada ucapannya berikut,“Bila engkau dapatkan seseorang mencela seorang sahabat Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia adalah orang zindîq (kafir yang menampakkan keislaman). Alasannya, karena kami meyakini bahwa Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti benar, dan Alqurân juga pasti benar. Sedangkan yang menyampaikan Alqurân dan Sunnah Rasulullâhshallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para Sahabat. Dengan demikian, sesungguhnya orang yang mencela para saksi (perawi) kami (yaitu para sahabat), hendak menggugurkan Alqurân dan Sunnah . Karena itu, merekalah yang lebih layak untuk dicela.” (Riwayat al-Khathîb al-Baghdâdi dalam kitab Al-Kifâyah Fî ‘Ilmir Riwâyah).
Bersambung insya Allah
Posting Komentar