'Aqidah Shahihah tentang Turunnya Nabi 'Isa 'alaihis-salaam di Akhir Jaman

Diposting oleh Abu Najih on 28 Juli 2011

Akhir Zaman
 
Beberapa waktu lalu saya pernah membaca sepintas sebuah buku di toko Gunung Agung yang major content-nya adalah penolakan terhadap ‘aqidah turunnya Nabi ‘Isa Al-Masih ‘alaihis-salaam kelak di akhir jaman. Sungguh sempat kaget rasanya, ketika saya baca buku tersebut diberikaan sambutan (taqdim) oleh Ibu Irene Handono. Tentu saja sebagian besar di antara kita tidaklah asing dengan nama ini. Dalam buku tersebut, beliau (yaitu Ibu Irene Handono) menyambut gembira dan memberikan dukungan serta penguatan akan pendapat Penulis buku[1]. Patut disesalkan. Seorang yang mengaku belum lama masuk Islam, namun malah memberikan statement yang merusak ’aqidah Islam. Oleh karena itu, artikel ini sengaja ditulis dalam rangka menjelaskan kedudukan permasalahan, sekaligus memberikan sanggahan global terhadap beliau dan yang sepaham dengan beliau. Semoga Allah memberikan kemanfaatan atas tulisan ini bagi saya dan kaum muslimin semuanya. Amiien.....

DALIL DARI AL-QUR’AN

    Allah ta’ala berfirman :
    وَلَمَّا ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلا إِذَا قَوْمُكَ مِنْهُ يَصِدُّونَ * وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلا جَدَلا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ * إِنْ هُوَ إِلا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ * وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ * وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلا تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
    Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata : "Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?”. Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israel. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. [QS. Az-Zukhruf : 57-61].

    Pada ayat terakhir disebutkan : wa innahu la-’ilmul-lis-saa’ah (Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat), yaitu turunnya Nabi ’Isa ’alaihis-salaam sebelum hari kiamat merupakan pertanda dekatnya hari kiamat. Apalagi hal itu diperkuat dengan qira’at (bacaan) lain dari Ibnu ’Abbas dan yang lainnya terhadap ayat tersebut dengan fat-hah pada huruf lam dan ’ain; yang berarti ’alaamah (alamat) dan amaarah (tanda) telah dekatnya hari kiamat. Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya membawakan riwayat sebagai berikut :
    حدثنا ابن بشار، قال : ثنا عبد الرحمن، قال : ثنا سفيان، عن إبي رزين، عن إبي يحيى، عن ابن عباس : (وَإِنَّهُ لَعَلَمٌ لِلسَّاعَةِ). قال : خروج عيسى ابن مريم
    Telah menceritakan kepada Ibnu Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ’Abdurrahman, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Raziin, dari Abu Yahya, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma : Wa innahu la-’alamul-lis-saa’ah (dan sesunguhnya 'Isa itu benar-benar menjadi pertanda datangnya hari kiamat), ia berkata : ”Yaitu keluarnya (turunnya) ’Isa bin Maryam (sebelum hari kiamat)” [Tafsir Ath-Thabari 25/90].[2]
    Allah ta’ala berfirman :
    وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا * بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا * وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
    Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. [QS. An-Nisaa’ : 157-159].

    Ayat di atas secara jelas menyatakan bahwa yang dibunuh oleh orang-orang Yahudi bukanlah Nabi ’Isa ’alaihis-salaam, akan tetapi orang yang diserupakannya. Ia tidaklah mati, namun Allah telah mengangkatnya ke langit sebagaimana hal itu juga ditegaskan dalam ayat yang lain :
    إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
    (Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya". [QS. Ali-’Imran : 55].

    Dan jika ada yang mengatakan bahwa Nabi ’Isa ’alaihis-salaam telah wafat, maka ini menyalahi realitas dan manthuq ayat. Pada kenyataannya, kaum Ahli Kitab sampai saat ini tidaklah beriman kepada ajaran ketauhidan Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dimana mereka malah meyakini keyakinan Trinitas yang kufur.[3] Berimannya Ahlul-Kitab pada ajaran ketauhidan Nabi ’Isa ’alaihis-salaam hanya terjadi kelak di akhir jaman. Hal itu ditunjukkan bahwa ayat menggunakan fi’il mudlari’ (future tense; yaitu kalimat : layu’minunna bihi ­– ”akan beriman kepadanya”). Nabi ’Isa ’alaihis-salaam kelak akan turun menghancurkan salib dan mengerjakan beberapa perkara lainnya (sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih). Tidaklah beliau akan wafat kecuali kaum Ahli Kitab akan beriman kepada beliau ’alaihis-salaam. [4]

DALIL DARI AS-SUNNAH

    Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
    كيف أنتم إذا نزل بن مريم فيكم وإمامكم منكم
    ”Bagaimana keadaanmu jika telah diturunkan (’Isa) Ibni Maryam padamu sedangkan imam/pemimpinmu adalah orang yang berasal darimu sendiri” [HR. Al-Bukhari no. 3449 dan Muslim no. 155].
    Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
    لينزلن بن مريم حكما عادلا فليكسرن الصليب وليقتلن الخنزير وليضعن الجزية....
    ”Sungguh (’Isa) Ibni Maryam akan turun sebagai hakim yang ’adil, lalu ia akan mematahkan salib, membunuh babi, dan membebaskan jizyah...” [HR. Muslim no. 155].
    Dari Nawwas bin Sam’an radliyallaahu ’anhu, bahwasannya ketika menyebutkan fitnah di akhir jaman Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
    ...فبينما هو كذلك إذ بعث الله المسيح بن مريم فينزل عند المنارة البيضاء شرقي دمشق بين مهرودتين واضعا كفيه على أجنحة ملكين إذا طأطأ رأسه قطر وإذا رفعه تحدر منه جمان كاللؤلؤ فلا يحل لكافر يجد ريح نفسه إلا مات...
    ”....Sementara ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Allah mengutus Al-Masih bin Maryam. Ia turun di menara putih di sebelah timur Damaskus, menggunakan dua potong pakaian warna kekuning-kuningan dan kedua tangannya berpegang pada sayap dua malaikat. Bila ia menganggukkan kepalanya meneteskan air, dan bila ia mengangangkatnya turunlah darinya butir-butir air bagaikan mutiara. Setiap orang kafir yang mencium baunya pasti mati....” [HR. Muslim no. 2937, Ahmad 4/181 no. 17666, Abu Dawud no. 4321, dan yang lainnya].
    Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu ‘anhuma, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
    يخرج الدجال في أمتي فيمكث أربعين لا أدري أربعين يوما أو أربعين شهرا أو أربعين عاما فيبعث الله عيسى بن مريم كأنه عروة بن مسعود فيطلبه فيهلكه ثم يمكث الناس سبع سنين ليس بين اثنين عداوة....
    “Dajjal akan keluar di tengah umatku dan tinggal selama empat puluh. (Perawi berkata : “Aku tidak tahu apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun”). Kemudian Allah mengutus ‘Isa bin Maryam yang mirip dengan ‘Urwah bin Mas’ud, lalu ia mencarinya (Dajjal) dan membunuhnya. Kemudian manusia hidup selama tujuh tahun tanpa permusuhan satu dengan yang lainnya...” [HR. Muslim no. 2940 dan Ahmad 2/166 no. 6555].
    Dari Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
    ثم يجيء عيسى بن مريم عليهما السلام من قبل المغرب مصدقا بمحمد صلى الله عليه وسلم
    “Kemudian ‘Isa bin Maryam ‘alaihimas-salaam datang dari arah barat untuk membenarkan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam” [HR. Ahmad 5/13 no. 20163. Berkata Hamzah Az-Zain (15/135) : “Isnadnya shahih”].
    Dan yang lainnya.

Sesungguhnya, hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mengkhabarkan tentang turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam di akhir jaman dibawakan oleh banyak shahabat. Selain 4 (empat) orang shahabat yang telah disebutkan, terdapat beberapa shahabat lain yang membawakan hadits turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam diantaranya : Jabir bin ‘Abdillah, Abu Umamah Al-Bahiliy, ‘Abdullah bin ‘Umar, Mujammi’ bin Jariyyah, ‘Aisyah binti Abi Bakr, Hudzaifah bin Asid, ‘Utsman bin Abil-‘Ash, Hudzaifah bin Yaman, Anas bin Malik, ‘Abdullah bin Mughaffal, Safinah, Abu Bakrah, dan yang lainnya radliyallaahu 'anhum ajma'in. Secara keseluruhan, hadits tentang turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam mencapai derajat mutawatir (ma’nawy).

Ibnu Katsir menegaskan :
وقد تواترت الأحاديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه أخبر بنزول عيسى [بن مريم] - عليه السلام - قبل يوم القيامة إماماً عادلاً وحكماً مقسطاً
“Terdapat hadits-hadits mutawatir dari Rasululah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang memberitahukan tentang turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam sebelum hari Kiamat sebagai pemimpin dan penguasa yang ‘adil” [Tafsir Ibni Katsir 13/323 – Cet. 1/Muassasah Qurthubah].

Ibnu Hajar menukil perkataan Abul-Hasan Al-Khusa’i Al-Abadiy dalam Manaqibusy-Syafi’iy :
تواترت الأخبار بأن المهدي من هذه الأمة وأن عيسى يصلي خلفه
“Telah mutawatir khabar-khabar bahwasannya Al-Mahdi termasuk dari kalangan umat ini (yaitu umat Islam) dan bahwasannya ‘Isa bin Maryam shalat di belakangnya” [Fathul-Bari 6/493-494].
DALIL IJMA’

Al-Isfirayini mengatakan : “Umat Islam ijma’ atas turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam dan tidak ada seorang pun di antara ulama syari’ah yang berbeda pendapat. Yang mengingkari keyakinan ini hanyalah para filosof dan orang-orang yang tidak beriman, sedang pendapat mereka itu tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan dalam syari’at. Umat Islam sepakat bahwa ‘Isa ‘alaihis-salaam akan turun dan melaksanakan syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, bukan turun dengan membawa syari’at tersendiri dari langit, walaupun ia tetap berpredikat sebagai Nabi” [Lawaami’ul-Anwar Al-Bahiyyah 2/94-95].

Abu Hayyan berkata : “Umat Islam sepakat bahwa ‘Isa ’alaihis-salaam masih hidup di langit dan seterusnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam” [Hamisy Al-Bahrul-Muhith 2/473].

SYUBUHAAT

Beberapa syubuhaat dilontarkan oleh kaum pengingkar dalam rangka membatalkan ‘aqidah turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam di akhir jaman. Beberapa syubuhhat tersebut diantaranya adalah (tidak semua disebutkan) :

Pertama :

Allah ta’ala sendiri telah menegaskan wafatnya Nabi ‘Isa ‘alaihis-salaam sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali-‘Imraan : 55 (yaitu pada kalimat : innii mutawaffiika) dan QS. Al-Maaidah : 117 (yaitu pada kalimat : falammaa tawaffaitanii...).

Jawab :

Dua ayat tersebut adalah :
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. [QS. Ali-’Imraan : 55].
مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. [QS. Al-Maaidah : 117].

Perlu diketahui bahwasannya makna ”kematian” dalam bahasa Arab tidak selalu bermakna terambilnya ruh dari jasad. Selain dari makna tersebut, maka ada dua makna lain yang dapat dipahami yaitu :

    Tidur.
    Hal itu sebagaimana terdapat dalam ayat :
    وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    ”Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan” [QS. Al-An’am : 60].
    اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
    ”Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya” [QS. Az-Zumar : 42].

    Juga doa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam yang selalu beliau ucapkan ketika bangun dari tidurnya :
    الحمد لله الذي أحيانا بعد ما أماتنا....
    ”Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan (= menidurkan) kami...” [HR. Al-Bukhari no. 6312].

    Sebagian ulama mengambil makna ini sehingga makna kedua ayat yang diperbincangkan adalah bahwasannya Allah mengangkat ’Isa bin Maryam ’alaihis-salaam dalam keadaan tidur.
    Memegang atau mengambil.

    Makna ini terambil sebagaimana jika dikatakan : (وَفَيْتُ مَالِي عَلَى فُلانٍ) ”Aku mengambil hartaku yang menjadi tanggungan Fulan”. Juga sebagaimana disebutkan dalam QS. Az-Zumar : 42 sebelumnya :
    اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
    ”Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya” [QS. Az-Zumar : 42].

    Makna ini adalah makna paling kuat diantara semua kemungkinan makna yang didukung oleh banyak mufassirin. Ibnu Jarir Ath-Thabari berada di barisan terdepan dalam memegang pendapat ini dimana ia mengatakan :
    وأولـى هذه الأقوال بـالصحة عندنا قول من قال: معنى ذلك: إنـي قابضك من الأرض ورافعك إلـيّ, لتواتر الأخبـار عن رسول الله صلى الله عليه وسلم .......
    ”Yang lebih benar di antara pendapat-pendapat tersebut menurutku adalah pendapat yang mengatakan : Makna ayat tersebut adalah : ”Sesungguhnya Aku memegangmu dari bumi dan mengangkatmu kepada-Ku”; karena didukung oleh hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.......” [Tafsir Ath-Thabari 3/2-3-204].
    Makna ini adalah makna asli dalam bahasa Arab. Dalam kamus Taajul-Arus disebutkan : istaufaahu dan tawaffaahu artinya tidak meninggalkan sedikitpun. Kedua kata tersebut menunjukkan hasil atau akibat dari kata aufaahu [Taajul-Arus oleh Az-Zubaidi 1/394]. Kalimat mutawaffiika, yaitu pada kata tawaffaa pada asalnya bermakna ”memegang dan mengambil”. Dan dipakai secara majazi dengan arti “mematikan”, sebagaimana yang tertera dalam kitab Asasul-Balaghah karya Az-Zamakhsyari. Tentu saja, kaidah ushul yang menyatakan al-ashlu fil-kalaam al-haqiiqah (asal dari satu perkataan adalah makna hakikatnya) dalam pembicaraan ini masih berlaku. Dengan kata lain, mengalihkan makna hakekat (yaitu, makna : "memegang/mengambil") kepada makna majaz (yaitu makna : "mati"), harus mendatangkan dalil (dan ini tidak mungkin, sebab dalil justru bertentangan dengan makna majaz).

Kedua :

Makna “mengangkat” dalam QS. Ali ‘Imran : 55 dan An-Nisaa’ : 158 adalah kiasan yang menunjuk pada makna “mengangkat derajat”.

Jawab :

Tentu saja makna tersebut sangat lemah, karena kata rafa’a dalam ayat diikuti dengan huruf ilaa (إلى). Tidak bisa tidak – dalam bahasa Arab - bahwasannya kata itu bermakna sebagaimana hakekatnya, yaitu mengangkat sesuatu yang dhahir dari bawah menuju atas. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kalimat yang sejenis, diantaranya :
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah takbir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. Yusuf : 100].

Di sini kata rafa’a diikuti dengan ’alaa (على), sehingga maknanya adalah bahwa Yusuf benar-benar menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Bukan menaikkan derajat orang tuanya di atas singgasana. Oleh karena itu, kalimat ini sangat sukar dibawa pada makna majazi (yaitu mengangkat derajat).

Begitu pula dengan kalimat wa raafi’uka ilayya (QS. Ali-’Imran : 55) dan bal rafa’allaahu ilaihi (QS. An-Nisaa’ : 158). Keduanya bermakna : Allah benar-benar mengangkat jasad serta ruh Nabi ’Isa ’alaihis-salaam ke atas menuju langit. Sangat tidak mungkin kedua kalimat itu dimaknai bahwa Allah mengangkat derajat Nabi ’Isa, karena kata ilayya (إِلَيَّ) atau ilaihi (إِلَيْهِ) menjadi tidak berfungsi.

Ketiga :

Keyakinan turunnya Nabi ’Isa ’alaihis-salaam bertentangan dengan firman Allah :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. Al-Ahzaab : 40].

Ayat di atas telah menegaskan bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam adalah nabi dan rasul terakhir. Tidak ada nabi dan rasul setelah beliau.
Jawab :

    Nabi ‘Isa ‘alaihis-salaam diangkat sebagai Nabi dan Rasul adalah sebelum Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Penjelasan QS. Al-Ahzab ayat 40 sama sekali tidak bertentangan dengan “kenyataan” ini, karena setelah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam memang tidak ada lagi nabi dan rasul yang Allah angkat. Karena beliaulah khaatamun-nabiyyiin (penutup para nabi).
    Nabi ‘Isa ’alaihis-salaam tidaklah turun dengan membawa syari’at baru. Namun beliau turun dengan menyerukan dakwah tauhid dan menerapkan syari’at Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa ‘Isa ‘alaihis-salaam meruntuhkan agama Nashrani dengan menghancurkan salib dan mematahkan banyak khurafaat orang-orang Nasharani yang berlebihan di dalam menghormati ‘Isa ‘alaihis-salaam. Begitu juga ‘Isa akan membunuh babi yang mereka halalkan, sebagai penegasan terhadap keharaman babi (yang mana kaum Nashrani menghalalkannya), dan sebagai hinaan atas pengakuan cinta mereka kepada ‘Isa ‘alaihis-salam bahwa mereka mengikuti jalannya.

    Lebih lanjut, diterangkan dalam hadits berikut :

    Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
    كيف أنتم إذا نزل بن مريم فيكم وإمامكم منكم
    ”Bagaimana keadaanmu jika telah diturunkan (’Isa) Ibni Maryam padamu sedangkan imam/pemimpinmu adalah orang yang berasal darimu sendiri”

    Lalu aku (Al-Walid bin Muslim sang perawi hadits) berkata kepada Ibnu Abi Dzi’b : Sesungguhnya Al-Auza’i telah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Nafi’, dari Abu Hurairah tentang lafal wa imaamukum minkum (”dan imammu adalah orang yang berasal darimu sendiri”). Ibnu Abi Dzi’b bertanya : “Tahukah engkau apa yang mengimami (memimpin)mu dari kalanganmu sendiri itu?”. Aku menjawab,”Sebaiknya kamu beritahu aku”. Ia menjawab,”Yaitu ia memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian tabaaraka wa ta’ala dan Sunnah Nabi kalian shallallaahu ’alaihi wasallam” [HR. Muslim no. 155].

    Dari Jabir bin Abdillah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
    لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ظاهرين إلى يوم القيامة قال فينزل عيسى بن مريم صلى الله عليه وسلم فيقول أميرهم تعال صل لنا فيقول لا إن بعضكم على بعض أمراء تكرمة الله هذه الأمة
    ”Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang di atas kebenaran dengan mendapatkan pertolongan Allah hingga datangnya hari kiamat. Kemudian akan turun ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam, lalu pemimpin mereka berkata (kepada ‘Isa),”Kemarilah, silakan Anda mengimami kami shalat!”. Lalu ‘Isa menjawab,”Tidak, sesungguhnya sebagian kamu adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai penghormatan dari Allah kepada umat ini” [HR. Muslim no. 156].

    Kembali ditegaskan bahwa ‘Isa turun tidak membawa syari’at baru, bahkan ia termasuk pengikut Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada satu pun manusia yang muncul setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, kecuali ia merupakan bagian dari umatnya yang dibebani untuk menjalankan segala syari'at yang beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bawa. Hal itu sebagaimana diisyaratkan dalam hadits :
    لو كان موسى حيا بين أظهركم ما حل له إلا أن يتبعني
    ”Kalau seandainya Musa itu masih hidup di hadapan kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikuti aku” [HR. Ahmad no. Musnad Imam Ahmad 3/338. Ahmad Syakir berkata : ”Isnadnya hasan”].

Keempat :

Hadits-hadits yang menjelaskan turunnya Nabi ‘Isa ’alaihis-salaam di akhir jaman termasuk klasifikasi hadits ahad yang tidak bisa dijadikan landasan dalam perkara keimanan !

Jawab :

Pernyataan ini tidaklah muncul kecuali dari orang yang bodoh terhadap ilmu hadits atau orang yang miskin dalam penelitian. Hadits mengenai ‘Isa ‘alaihis-salaam mencapai derajat mutawatir maknawy yang diriwayatkan oleh lebih dari 20 (duapuluh) orang shahabat. Bahkan ada ulama yang menyebutkan hingga 40 (empatpuluh) orang shahabat. Kemutawatiran hadits ini telah ditandaskan oleh beberapa orang pakar hadits dulu dan sekarang seperti Ibnu Katsir, Abul-Hasan Al-Abadiy (yang disepakati oleh Ibnu Hajar), Asy-Syaukani, Al-Albani, dan yang lainnya.

Kalaupun dianggap ahad, maka tetap tidak ada ruang atau celah yang memungkinkan untuk menolaknya. Sudah menjadi satu kesepakatan madzhab Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah untuk menerima semua jenis hadits yang shahih, baik melalui jalan ahad ataupun mutawatir dalam perkara 'aqidah ataupun hukum (pembahasan lebih detail bisa dibaca di artikel :
HADITS AHAD DAN HADITS MUTAWATIR - silakan klik !!).

Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Andalusy telah mengisyaratkan ijma’ tentang penerimaan dan pengamalan khabar/hadits ahad dalam semua permasalahan agama (termasuk aqidah dan hukum), dimana beliau berkata :
وكلهم يدين بخبر الواحد العدل في الاعتقادات ، ويعادي ويوالي عليها ، ويجعلها شرعاً وديناً في معتقده ، على ذلك جميع أهل السنة
“….Dan semuanya berpegang kepada satu riwayat satu orang yang adil dalam hal ‘aqidah; membela, mempertahankannya, serta menjadikannya sebagai syari’at dan agama. Seperti itu pula pendapat jama’ah Ahlus-Sunnah” [At-Tamhiid oleh Ibnu ‘Abdil-Barr 1/8].
وأجمع أهل العلم من أهل الفقه والأثر في جميع الأمصار فيما علمت على قبول خبر الواحد العدل وايجاب العمل به إذا ثبت ولم ينسخه غيره من أثر أو أجماع على هذا جميع الفقهاء في كل عصر من لدن الصحابة الى يومنا هذا الا الخوارج وطوائف من أهل البدع شرذمة لا تعد خلافا
“Telah ijma’ ahli ilmu dari ahli fiqh dan atsar di seluruh penjuru (negeri-negeri Islam) – sepanjang saya ketahui – untuk menerima hadits ahad (hadits riwayat satu orang) yang adil (shalih dan terpercaya). Begitu pula (telah ijma’) untuk wajib mengamalkannya, jika ia telah shahih dan tidak di-nasakh (dihapus) oleh yang lainnya, baik dari atsar atau ijma’. Inilah prinsip seluruh fuqahaa di setiap negeri, sejak jaman shahabat hingga hari ini, kecuali Khawarij dan Ahli Bid’ah, yaitu sekelompok kecil yang (ketidaksepakatannya) tidak sebagai perbedaan pendapat” [idem 1/11].

Abul-Mudhaffar As-Sam’any Asy-Syafi’i berkata : “Sesungguhnya hadits, jika benar dari Rasulullah shallallaau ‘alaihi wasallam, diriwayatkan oleh para imam yang tsiqah (terpercaya), dan orang belakangan mereka menyandarkan kepada orang terdahulu (dari) mereka hingga kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan diterima umat; maka hadits itu mewajibkan ilmu dalam apa yang berkaitan dengan ilmu. Ini adalah perkataan kebanyakan Ahli Hadits dan orang-orang yang menekuni As-Sunnah. Dan pendapat yang mengatakan bahwa hadits ahad tidak membuahkan ilmu dengan sendirinya, dan harus diriwayatkan secara mutawatir karena ilmu yang ada padanya; adalah sesuatu yang diada-adakan oleh Qadariyyah dan Mu’tazillah yang bertujuan menolak hadits-hadits” [Risalah Al-Intishaar li-Ahlil-Hadits yang diringkas oleh As-Suyuthi dalam Shaunul-Manthiq wal-Kalam hal. 160-161].

PENUTUP

Sebagai penutup, maka kami katakan : ’Aqidah tentang penetapan turunnya Nabi ’Isa ’alaihis-alaam adalah ’aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah yang didasarkan oleh Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’. Tidak boleh bagi seorang muslim pun yang menyelisihinya. Barangsiapa yang menyelisihinya, sungguh ia telah menyelisihi banyak nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan barangsiapa yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka pada hakekatnya ia telah membiarkan dirinya berdiri di mulut jurang kekafiran dimana ia bersiap-siap terjun di dalamnya. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan dan kebinasaan. Allaahu a’lam.


Abul-Jauzaa’

Catatan kaki :
[1] Sengaja saya tidak menyebutkan nama Penulis (pengarang) dan judul bukunya – karena memang keduanya tidaklah begitu terkenal. Saya khawatir, jika saya menyebutkan nama keduanya, justru akan mempopulerkannya.

[2] Dikeluarkan pula oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (12/153-154 – tahqiq Hamdi As-Salafy) no. 12740, Ahmad (1/317) no. 2921, dan yang lainnya. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth dalam tahqiq dan takhrijnya terhadap Musnad Imam Ahmad (5/76) : “Isnadnya hasan”. Adapun Ahmad Syakir (3/283) berkata : “Isnadnya shahih”.
[3] Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. [QS. An-Nisaa’ : 171].
َقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. [QS. Al-Maaidah : 73].

[4] Ibnu Jarir membawakan riwayat sebagai berikut :
عن ابن عباس : ((وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ)). قَال : قبل موت عيسى ابن مريم
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma tentang firman Allah : ”Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, ia berkata : “Yaitu sebelum kematian ‘Isa bin Maryam” [Tafsir Ath-Thabari 6/18. Dikeluarkan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/309 dengan lafadh : “Keluarnya ‘Isa bin Maryam shalawatullahi ‘alaihi. Al-Hakim berkata : “Hadits shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun mereka berdua tidak mengeluarkannya”. Penilaian Al-Hakim ini disepakati oleh Adz-Dzahabi].
 
Sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.com

Posting Komentar