MUKJIZAT HADITS LALAT |
تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهم ( ما تمسكتم بهما ) كتاب الله وسنتي ، ولن يتفرقا حتى يردا على الحوض
”Telah aku tinggalkan dua hal untuk kalian, yang kalian tidak akan pernah tersesat setelahnya selama kalian berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullâh dan sunnahku. Dan kalian tidak akan pernah berpisah sampai kalian menemui telagaku (di hari kiamat kelak).” [Dikeluarkan oleh Imâm Mâlik dan Hâkim, dan beliau menshahîhkannya].
Kita acap kali melihat adanya tulisan-tulisan yang berangkat dari kedengkian dan kebodohan, yang menyebarkan syubhât dan isykâlât (problema) seputar ayat-ayat dan hadîts- hadîts, baik dengan sengaja atau tidak, yang menimbulkan keragu-raguan dan kerancuan terhadap aqidah kaum muslimin. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum zanâdiqoh (orang-orang zindîq), mustasyriqîn (orientalis) dan ’ilmânîyîn (sekuler) [termasuk juga kaum liberalis dan rasionalis], terutama di negeri-negeri kâfir sehingga menyebabkan tasykîk (keragu-raguan) yang melanda kaum muslimin terhadap agamanya. Bisa juga hal ini disebabkan oleh kebodohan anak-anak kaum muslimin yang membebek terhadap setiap isu yang tidak benar, sehingga mereka ditimpa keragu-raguan oleh sebab syubhât dan racun-racun berbahaya yang menimpa pemikiran mereka. [disarikan dari Syubuhât wa Isykâlât haula Ba’dhil Ahâdîts wal Ậyât, Dârun Nasyr wat Tauzî’, hal. 35, cet. I, 1422].
Kaum muslimin yang berbahagia, sesungguhnya umat Islâm generasi awal telah bersepakat seluruhnya, bahwa sunnah nabawîyah merupakan marja’ (referensi/rujukan) kedua di dalam syariat Islam, baik di dalam masalah yang bersifat ghaibîyah i’tiqâdiyah (keimanan yang bersifat ghaib), ahkâm ‘amalîyah (hukum-hukum praktek), siyâsîyah (politik) maupun tarbawîyah (pendidikan), dan tidak boleh menyelisihinya sedikit pun hanya karena ro’yu (pemikiran), ijtihâd ataupun qiyâs (analog) seseorang. Sebagaimana yang diutarakan oleh al-Imâm asy-Syâfi’î rahimahullâh di dalam akhir kitab “ar-Risâlah” :
لا يحل القياس والخبر موجود
“Tidak halal menggunakan qiyâs sedangkan khobar (hadîts) masih ada”
Dan yang semisal dengan ucapan beliau adalah, perkataan yang masyhūr dari ‘ulamâ` al-Ushūl al-Muta’âkhirîn (kontemporer), yaitu :
إذا ورد الأثر بطل النظر
“Apabila atsar (hadîts) masih ada, pemikiran (pendapat) batal (tidak sah).”
Atau ucapan :
لا اجتهاد في مورد النص
”Tidak ada ijtihâd ketika nash (teks dalil) masih ada”
Karena sandaran dan landasan mereka adalah al-Kitâb al-Karîm dan as-Sunnah al-Muthohharoh. [Disarikan dari al-Hadîts Hujjatun Binafsihi fil Aqô`id wal Ahkâm, al-Imâm al-Albânî, softcopy http://sahab.org]
Setiap muslim wajib menerima segala apa yang disampaikan oleh Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, karena sesungguhnya Nabî itu :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
”Tidaklah ia berucap dari hawa nafsunya melainkan ia berucap dari wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS an-Najm : 3-4)
Setiap muslim wajib meyakini dan mengimani, bahwa apa saja yang disampaikan oleh Nabî, selama itu shahîh dan tetap dari beliau, maka itu pasti haq dan benar, walaupun seakan-akan hal itu sesuatu yang tidak masuk akal. Kaum muslimin wajib meyakini, bahwa seluruh ayat al-Qur`ân dan hadîts nabî yang shahîh pastilah tidak akan bertentangan dengan realitas dan fakta.
Di antara hadîts yang masih menjadi kontroversi di kalangan kaum muslimin adalah hadîts yang shahîh tentang lalat. Yaitu :
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
”Khâlid bin Makhlid menceritakan kepada kami, Sulaimân bin Bilâl menceritakan kepada kami, beliau berkata : ’Utsbah bin Muslim bercerita kepadaku bahwa beliau berkata : ’Ubaid bin Hunain mengabarkan kepadaku bahwa beliau berkata : Aku mendengar Abū Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam gelas salah seorang dari kalian, maka celupkanlah lalat itu lalu angkatlah (buanglah) karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat.”.” [Shahîh al-Bukhârî, bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fî Syarôbi Ahadikum, XI:99, hadîts no. 3073]
Lafazh yang serupa juga diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhârî di dalam Shâhîh-nya (bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fîl Inâ`, hâdîts no. 5336, XVIII:79)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ مَوْلَى بَنِي تَيْمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ حُنَيْنٍ مَوْلَى بَنِي زُرَيْقٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً
”Qutaibah menceritakan kepada kami, Ismâ’îl bin Ja’far menceritakan kepada kami dari ’Utbah bin Muslim Maulâ (mantan budak) Banî Taim dari ’Ubaid bin Hunain Maulâ Banî Zuraiq dari Abu Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu, bahwa Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam wadah minum kalian, maka celupkanlah seluruh tubuhnya kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat obat dan pada sayap lainnya terdapat penyakit.”
Hadîts ini adalah hadîts yang shahîh tanpa ada keraguan sedikitpun. Al-Muhaddits al-Albânî rahimahullâh menshahîhkannya dalam as-Silsilah ash-Shahîhah (I/58-59), beliau berkata bahwa hadîts ini datang dari 3 sahabat, yaitu :
Pertama : Abū Hurairoh, darinya ada beberapa jalan :
- Dari ‘Ubaid bin Hunain beliau berkata, Aku mendegar Abū Hurairoh berkata, kemudian beliau menyebutkan hadîtsnya. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh al-Bukhârî (II/329 dan IV/71-72), ad-Dârimî (II/99), Ibnu Mâjah (3505) dan Ahmad (II/398)
- Dari Sa’îd bin Abî Sa’îd dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Abū Dâwūd (3844) dari jalan Ahmad di dalam Musnad-nya (III/229,2466), al-Hasan bin ‘Arofah di dalam Juz`-nya (qôf I/91) dari jalan Muhammad bin ‘Ajlân dengan tambahan “Dan lalat itu berlindung dengan sayapnya yang di dalamnya terkandung penyakit, maka celupkanlah seluruh badannya” dan isnadnya hasan. Ibrâhîm bin Fadhl menyertai riwayat ini dari Sa’îd dengan riwayat yang sama. Dikeluarkan oleh Ahmad (II/443) dan Ibrâhîm ini adalah al-Makhzūmî al-Madanî, dia adalah seorang yang dha’îf.
- Dari ‘Tsumâmah bin ‘Abdillâh bin Anas dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh ad-Dârimî dan Ahmad (II/263,355,388) dan sanadnya shahîh menurut syarat Muslim.
- Dari Muhammad bin Sîrîn dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Ahmad (II/355,388) dan sanadnya juga shahîh.
- Dari Abū Shâlih dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Ahmad (II/340), al-Fâkihî dalam Hadits-nya (II/50/2) dengan sanad yang hasan.
Kedua : Abū Sa’îd al-Khudrî, dengan lafazh :
إن أحد جناحي الذباب سم و الآخر شفاء ، فإذا وقع في الطعام ، فاملقوه ، فإنه يقدم السم ، و يؤخر الشفاء
“Sesungguhnya pada salah satu sayap lalat terdapat racun dan pada sayap lainnya obat. Apabila seekor lalat jatuh pada makanan, maka celupkanlah, karena ia akan mendahulukan mengeluarkan racun dan mengakhirkan mengeluarkan obat.”
Dikeluarkan oleh Ahmad (III/67), dengan jalur : Yazid meriwayatkan kepada kami, Ibnu Abî Dzi`b meriwayatkan kepada kami, dari Sa’îd bin Khâlid beliau berkata : Aku datang mengunjungi Abū Salamah dan beliau menghidangkan kepada kami bubur dan gandum, lalu seekor lalat jatuh pada makanan, namun Abū Salamah malah mencelupkan lalat itu dengan telunjuknya. Saya berkata : “Wahai paman, apa yang anda lakukan?”, beliau menjawab : “Sesungguhnya Abū Sa’îd al-Khudrî mengabarkan kepadaku dari Rasūlullâh Shallâllâhuu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda -menyebutkan hadîts di atas-.
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Mâjah (3504) dengan jalur : Abū Bakr bin Abî Syaibah meriwayatkan kepada kami, Yazîd bin Hârūn menceritakan kepada kami secara marfu’ tanpa menceritakan kisah seperti di atas.
Ath-Thoyâlîsî juga meriwayatkan di dalam Musnad-nya (2188) : Ibnu Abi Dzi`b meriwayatkan kepada kami dari Abū Sa’îd al-Khudrî.
Diriwayatkan pula oleh an-Nasâ`î 9II/193), Abū Ya’lâ dalam Musnad-nya (qôf II/65) dan Ibnu Hibbân dalam ats-Tsiqôt (II/102).
Syaikh al-Albânî berkata : sanad hadîts ini shahîh dan rijâl (perawi)-nya tsiqât (kredibel) merupakan rijâlnya syaikhain (Bukhâri-Muslim) selain Sa’îd bin Khâlid, karena dia adalah al-Qôrizhî yang statusnya shodūq, sebagaimana dinyatakan oleh adz-Dzahabî dan al-‘Asqolânî.
Ketiga : Hadîts Anas, diriwayatkan oleh al-Bazzâr dan rijâl-nya adalah rijâl yang shahîh. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabrânî dalam al-Ausath sebagaimana pula di dalam Majma’uz Zawâ`id (V/38) dan oleh Ibnu Abî Khaitsamah di dalam Târîkh al-Kabîr-nya. Al-Hâfizh berkata : isnadnya shahîh, sebagaimana di dalam Nailul Authâr (I/55). [selesai ucapan Imâm al-Albânî Rahimahullâh dari as-Silsilah ash-Shahîhah I/58-59).
Kesimpulan : Hadîts ini shahîh dan isnadnya tsabat dari tiga sahabat yang mulia: Abū Hurairoh, Abū Sa’îd al-Khudrî dan Anas bin Malik Radhiyallâhu ‘anhum, tanpa menyisakan sedikitpun celah keragu-raguan atau penolakan terhadapnya.
Dengan waridnya isnad dari tiga sahabat ini, maka tertolaklah klaim para pengingkar sunnah dan pencelanya, baik dari kaum Syiah dan rasionalis ekstrem, yang menuduh dan menghujat Abū Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu dengan tuduhan-tuduhan dusta dan keji lagi tak berdasar, yang dengannya mereka menuduh bahwa hadîts ini tidak kuat, dikarenakan infirâd (bersendirinya) Abū Hurairoh dalam periwayatan. Sekiranya hadîts ini pun hanya datang dari riwayat Abū Hurairoh secara infirâd, tetap merupakan hujjah dan menjadi dalil.
Sebagian lagi membuat keragu-raguan terhadap hadîts ini, dengan asumsi bahwa hadîts ini menyelisihi realitas dan ilmu kedokteran. Menurut mereka, lalat itu adalah binatang kotor yang senang dengan hal-hal kotor. Apabila lalat jatuh pada makanan atau minuman, tentu saja lalat tersebut akan menularkan berbagai macam penyakit. Untuk itulah, sebagian mereka meng-‘ilal (mencacat) hadîts ini secara matan, dan memalingkan makna zhahirnya walaupun defajat hadîts ini shahîh.
Ironinya, diantara para penyebar tasykîk (keragu-raguan) terhadap hadîts ini adalah para tokoh Islâm yang dikenal akan kegigihannya di dalam membela Islâm dari tuduhan kaum orientalis dan kuffâr, semisal Syaikh Muhammad al-Ghozâlî, Mahmūd Syaltūt, al-Maraghî Rahimahumullâhu dan selainnya, termasuk pula DR. Yusuf al-Qaradhâwî wafaqonâllâhu wa iyâhu ila sabîlil haq.
Imâm al-Albâni Rahimahullâhu berkata :
“Sesungguhnya banyak orang merasa rancu dengan dengan hadîts ini, yang dianggap menyelisihi apa yang ditetapkan oleh para dokter, yaitu bahwa lalat itu membawa kuman-kuman penyakit yang apabila hinggap di makanan atau minuman, maka ia akan menyebarkan kuman-kuman tersebut. Realitanya sebenarnya hadîts ini tidak menyelisihi ilmu kedokteran sama sekali, bahkan menyokongnya. Karena hadîts ini memberitakan bahwa pada salah satu sayap lalat terdapat penyakit, namun ada tambahan informasi, yaitu pada sayap satunya ada obatnya.
Hal ini merupakan perkara yang ilmunya belum bisa diketahui secara pasti (saat ini, pent.), maka wajib mengimaninya apabila mereka mengaku sebagai kaum muslimin, atau tawaqquf (mendiamkan) apabila mereka bukan termasuk umat Islâm jika mereka termasuk orang yang berakal dan berilmu! Karena, ilmu yang benar itu menyatakan bahwa ketidaktahuan akan sesuatu tidak otomatis menyatakan sesuatu itu tidak ada...
Pakar kedokteran sendiri berbeda pendapat seputar masalah ini. Saya telah banyak membaca artikel-artikel di berbagai majalah, yang sebagiannya menyokong dan sebagiannya lagi membantah. Kami meyakini akan keshahîhan hadîts ini dan kami yakin bahwa Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam tidaklah berucap dari hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Kami tidaklah memusingkan banyaknya analisis yang dilakukan oleh pakar kedokteran tentangnya, karena hadîts adalah penjelas yang berdiri sendiri tidak butuh pengukuhan dari luar. Namun, jiwa ini akan semakin bertambah keimanannya apabila melihat hadîts yang selaras dengan ilmu modern yang benar.
Oleh karena itu, saya rasa cukup banyak faidahnya apabila saya menukilkan kepada para pembaca sekalian, ringkasan ceramah yang dihadiri oleh salah seorang pakar medis di Jum’îyah al-Hidâyah al-Islâmîyah di Mesir seputar hadîts ini. Beliau (pakar medis ini) berkata :
”Lalat hinggap di atas tempat-tempat jorok yang penuh dengan kuman-kuman berbagai penyakit. Sebagian kuman tersebut menempel di bagian tubuhnya dan sebagiannya lagi termakan. Oleh karena itulah di dalam tubuh lalat membentuk suatu (antibody) terhadap kuman tersebut berupa senyawa yang disebut oleh pakar kedokteran sebagai ”antibacterial”, dan antibacterial ini membunuh banyak kuman-kuman penyakit, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi kuman-kuman tersebut tetap hidup atau memberikan pengaruh terhadap tubuh manusia dalam keadaan eksisnya antibacterial ini. Dan ada lagi kekhususan salah satu sayap lalat ini, yaitu ia memojokkan bakteri sampai ke ujungnya. Dengan demikian, apabila ada lalat yang jatuh ke dalam minuman atau makanan, ia akan menurunkan kuman yang menempel di tubuhnya pada minuman tersebut, karena kuman tersebut berada di bagian tubuhnya yang terdekat, dan yang pertama kali melindungi dari kuman ini adalah antibacterial yang dibawa lalat di dalam perutnya yang dekat dengan salah satu sayapnya, yang apabila ada penyakit maka obat penawarnya adalah pada bagian terdekat penyakit itu (yaitu di bagian sayap lainnya). Maka cukuplah kiranya untuk membunuh kuman itu dengan cara mencelupkan lalat tersebut (ke dalam minuman) kemudian membuangnya...” [selesai ucapan Imâm al-Albânî Rahimahullâh dari Silsîlah ash-Shahîhah (I/59) dengan diringkas].
Imâm al-Albânî Rahimahullâh melanjutkan :
“Kemudian saya pernah membaca Majalah “al-‘Arobî al-Kuwaitîyah” no. 82, hal. 144, artikel yang berjudul “Anta Tas`al wa Nahnu Nujîb” (Anda bertanya Kami menjawab), buah pena ‘Abdul Wârits Kabîr, yang memberikan jawaban atas pertanyaan mengenai hadîts lalat ini, apakah shahîh ataukah dha’îf? Dia menjawab :
“Adapun hadîts lalat dan penjelasan bahwa pada kedua sayapnya terhadap penyakit dan obatnya, maka hadîtsnya dha’îf. Bahkan hadîts tersebut secara akal adalah hadîts yang dibuat-buat, karena telah jelas bahwa lalat itu membawa kuman dan penyakit… Tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa pada satu sayap lalat terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat, melainkan orang yang memalsukan hadîts ini atau mengada-adakannya. Kalau hadîts ini shahîh, niscaya ilmu hadîts akan mengungkapkan bahayanya lalat dan mendorong untuk menjauhinya.”
(Imâm al-Albânî mengomentari) Ringkasnya, ucapan orang ini berangkat dari tipu muslihat dan kebodohannya yang harus dibongkar sebagai pembelaan terhadap hadîts Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan perlindungan padanya dari penipuan yang dilakukan orang ini dengan kata-kata yang dihiasinya (dengan kebodohan dan tipu muslihat). Saya (Imâm al-Albânî) katakan :
Pertama : ia menuduh bahwa hadîts ini dha’îf, yaitu dari bidang keilmuan hadîts dengan dalil ucapannya : “Bahkan hadîts tersebut secara akal adalah hadîts yang dibuat-buat”. Tuduhannya ini adalah tuduhan yang nyata-nyata bathil, yang dapat diketahui dari takhrîj hadîts yang telah dipaparkan sebelumnya dari jalan periwayatan tiga orang sahabat dari Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, dan kesemuanya shahîh. Cukuplah bagi anda dalil atas hal ini bahwa tidak ada seorangpun ulama yang berpendapat bahwa hadîts ini dha’îf sebagaimana yang dilakukan oleh penulis yang buruk ini!
Kedua : ia menuduh bahwa hadîts ini secara akal adalah dibuat-buat. Tuduhannya ini tidak kalah jelasnya akan kebatilannya dibandingkan dengan tuduhannya pertama. Karena tuduhannya ini hanyalah sekedar tuduhan belaka, tanpa disokong oleh dalîl sedikitpun melainkan berangkat dari kebodohannya, yang tidak mungkin ia menguasainya sepenuhnya. Tidakkah anda melihat bahwa ia mengatakan : “Tidak ada seorangpun… Kalau hadîts ini shahîh, niscaya ilmu hadîts akan mengungkapkan…”
Apakah ilmu hadîts, wahai orang yang miskîn (ilmu), telah dapat mengetahui segala sesuatunya secara sempurna… padahal ahli hadîts apabila mendapatkan ilmu mereka mengatakan :
إننا كلما ازددنا علما بما في الكون و أسراره ، ازددنا معرفة بجهلنا
“Sesungguhnya kami, apabila bertambah ilmu kami tentang alam dan rahasianya, maka bertambahlah pengetahuan kami akan kebodohan kami.”
Karena yang benar adalah sebagaimana firman Allôh Tabâroka wa Ta’âlâ :
و ما أوتيتم من العلم إلا قليلا
“Dan tidaklah kami dianugerahi ilmu melainkan hanya sedikit.”
Ketiga : Kami telah menukilkan kepada anda sebelumnya apa yang telah ditetapkan oleh dunia kedokteran hari ini, bahwa lalat membawa di dalam perutnya apa yang disebut dengan “antibacterial” yang dapat membunuh kuman. Hal ini, walaupun belum bisa dikatakan membuktikan hadîts ini secara mendetail, namun secara umum telah cukup untuk mengingkari sang penulis dan orang semisalnya bahwa lalat memiliki penyakit dan obat sekaligus dalam tubuhnya. Bukannya tidak mungkin bahwa pada masa yang akan datang, akan tersingkaplah mukjizat Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam tentang tetapnya perincian masalah ini secara ilmiah.
و لتعلمن نبأه ، بعد حين
“Dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) beritanya setelah beberapa waktu lagi.” [Dinukil secara ringkas dari Silsîlah al-Ahâdîts ash-Shahîhah I/59-60].
Iya, apa yang syaikh Rahimahullâh katakan adalah benar, bahwa bukti-bukti ilmiah telah menjelaskan secara terperinci dan mendetail kebenaran hadîts lalat ini, sebagaimana akan saya jelaskan nanti. Hal yang sama juga diutarakan oleh Fadhîlatusy Syaikh ‘Athiyah Shaqr, salah satu mufti Mesir dan guru besar al-Azhar, dalam Fatâwâ al-Azhar (VIII/206) ketika ditanya tentang hadîts lalat ini, beliau berkata :
“Al-Bukhârî meriwayatkan dari Abi Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu bahwa Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda “Apabila seekor lalat jatuh ke dalam Syarôb (minuman) salah seorang dari kalian, maka benamkanlah (falyaghmushu) lalat tersebut kemudian angkat (buang)-lah. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat.” Di dalam riwayat selain al-Bukhârî dikatakan “inâ`” (gelas/wadah) sebagai pengganti “syarôb” dan dikatakan “famqulūhu” (celupkanlah) sebagai pengganti “falyaghmushu”. Bahwasanya lalat, (ketika jatuh) mendahulukan sayap yang di dalamnya terkandung penyakit dan mengakhirkan sayap yang mengandung obat, dan hadîts di atas memerintahkan untuk membuang lalat setelah membenamkannya ke dalam minuman dan tidak membiarkannya begitu saja di dalam gelas.
Para dokter sendiri, saling berselisih sengit seputar hadîts ini, dan setiap kubu berdalil dengan wijhah nazhor (analisis) masing-masing. Namun suatu hal yang jelas dari pendapat mereka, bahwa mereka para ilmuwan dalam bidang medis/kedokteran, menyatakan bahwa ilmu kedokteran senantiasa masih diliputi oleh suatu rahasia yang belum terkuak hingga sekarang [maksudnya belum selesai, pent]. Para peneliti sendiri telah menemukan bahwa lalat –terutama dari jenis yang dikenal dengan sebutan az-Zanbūr- di dalam tubuhnya terdapat bisa/racun sekaligus antidotnya, atau dengan kata lain penyakit dan obatnya. Suatu hal yang telah ma’rūf (diketahui) oleh orang banyak bahwa bisa/racun kalajengking dapat diobati dengan bisa kalajengking pula setelah mengalami perlakuan khusus. Dan kekebalan (imunitas) terhadap beberapa penyakit, dapat diperoleh dari penyakit itu sendiri setelah melemahkan mikroba atau virus –menurut istilah mereka- dengan suatu metode tertentu. [semisal vaksinasi, pent.]
Ulama kita yang mulia telah mengukuhkan bahwa hadîts ini adalah hadîts yang tsabat (tetap) dari jalur riwayat yang shahîh. Oleh karena itu tidak sepatutnya kita terlalu gegabah mendustakannya walaupun hadîts tersebut menyelisihi suatu hal yang umum yang mana tidak sampai kepada tingkatan haqîqoh (realita) yang pasti. Tidak pula kita tergesa-gesa menakwilkannya untuk menyelaraskan dengan hal yang kita hadapi, kecuali apabila (realitasnya) telah tetap secara pasti dan tidak menyisakan suatu keraguan sedikitpun, maka pada saat itulah takwil dibolehkan dan cara penakwilan dalam hal ini banyak.
Pertentangan antara nash dengan realitas semata-mata merupakan pertentangan zhahir nash belaka, bukan hakikatnya. Karena dua hal yang realitas tidak akan saling bertentangan selamanya dengan bentuk pertentangan yang menyeluruh dari segala aspeknya. Diantara ulama yang menghabiskan waktunya di dalam menyelaraskan antara dua riwayat yang terkesan saling bertentangan antara satu dengan lainnya adalah : Ibnu Qutaibah ad-Dînawarî (w. 276 H), beliau membahas hadîts lalat ini di dalam buku beliau yang berjudul Ta`wil Mukhtalafil Hadîts dan beliau paparkan pendapat ahli pengobatan tentangnya.
Almarhūm [lebih utama menyebut dengan Rahimahullâhu, walaupun Imâm Ibnu ‘Utsaimîn memperbolehkan menyebut kata ini dengan maksud tafaâ’ul (optimistis) dan doa, pent.] Yūsuf ad-Daujî telah memberikan jawaban tentang hadîts ini dengan jawaban yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya, dan pendapat beliau ini disokong oleh as-Sayyid Ibrâhîm Musthofâ ‘Abdah –salah seorang apoteker dan ahli farmasi medis- dalam salah satu muhâdhoroh (ceramah) beliau di Jum’îyah (Perhimpunan) al-Hidâyah al-Islâmîyah di Kairo pada tanggal 19 Maret 1931, dan ceramah beliau ini dipublikasikan oleh Majalah “Al-Islâm” tertanggal 30 Desember 1932 dengan sokongan tambahan informasi medis dari ahli medis senior di dunia. Hal ini juga dipublikasikan oleh Majalah “Al-Azhar” edisi Rojab 1378. Pembahasan akan Hadîts ini juga termaktub dalam risalah (disertasi) yang dipresentasikan oleh Almarhūm as-Syaikh Muhammad Muhammad Abū Syuhbah dalam rangka meraih gelar profesor pada tahun 1946, dan di dalamnya terdapat penukilan-penukilan medis dari ahli medis ternama, anda dapat merujuk pembahasan ini dalam kitab beliau, Difâ’ ‘anis Sunnah, halaman 199.
Pembahasan serupa juga datang dari ceramah al-Ustadz Ibrâhîm Musthofâ, bahwa lalat seringkali hinggap di tempat-tempat busuk dan kotor yang banyak mengandung kuman, dan mengubah apa yang dimakannya di dalam tubuhnya menjadi apa yang disebut oleh ahli medis sebagai “Bacteriophage” [perusakan bakteri oleh agen litik, pent.], yang membantu membunuh mayoritas kuman-kuman tersebut. Beliau menetapkan hal ini dari jurnal ilmiah yang beliau nukil dari Majalah at-Tajârub ath-Thibbîyah al-Injilîziyah [Farmakologi Medis] no. 1037, tahun 1927. [selesai penukilan dari Fatawa al-Azhar].
Kepada para penolak hadîts lalat –dan pengingkar hadîts Nabî lainnya-, lihatlah bagaimana benarnya Nabîyullâh Muhammad Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, dan bagaimana mukjizat beliau akhirnya terkuak oleh sains dan pengetahuan modern.
Berikut ini adalah sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tim Departemen Mikrobiologi Medis, Fakultas Sains, Universitas Qâshim, Kerajaan Arab Saudi, beberapa peneliti muda yang terdiri dari :
- Sâmi Ibrâhîm at-Tailî
- ‘Ậdil ‘Abdurrahmân al-Misnid
- Khâlid Dza’âr al-Utaibî
Yang dibimbing oleh Dr. Jamâl Hâmid, dan dikoordinasi oleh DR. Shâlih ash-Shâlih (seorang da’i terkenal di Eropa, pen.), melakukan penelitian tentang analisa mikrobiologi tentang sayap lalat. Laporan ini mereka presentasikan ke acara ”Student Research Seminar” di Universitas Qâshim, KSA.
Metode yang mereka gunakan cukup sederhana, yaitu mengkultivasi (menumbuhkan) air steril yang telah dicelupkan lalat ke media Agar [media yang berasal dari musilaginosa kering yang diekstrak dari ganggang mereh, yang mencair pada suhu 100oC dan memadat pada suhu 40oC yang tidak dapat dicerna oleh mikroba, pen.] kemudian mengidentifikasi mikroba yang tumbuh.
Lalat yang digunakan ada beberapa spesies, dan sample yang digunakan untuk tiap spesies terdiri dari dua sample, yaitu (1) sample air steril dimana lalat dimasukkan sedemikian rupa sehingga hanya pada bagian sayap lalat saja, dan (2) sample air steril yang dimasukkan lalat yang dicelup seluruh tubuhnya. Semua ini dilakukan secara aseptis (bebas mikroba) di ruangan khusus, untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi luar yang akan membuat hasil penelitian menjadi bias.
Setelah itu, sample air tadi dikultivasi ke media Agar dan diinkubasi selama beberapa hari sehingga kultur (biakan) mikroba tumbuh dan tampak secara jelas. Hasil kultur mikroba tersebut diidentifikasi untuk mengetahui jenis mikroba tersebut. Berikut ini adalah hasilnya.
Keterangan : Spesies Lalat A
Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.
Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe E. Coli, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, pada awal mulanya tampak tumbuh koloni kecil tipe E. Coli, namun pertumbuhannya terhambat oleh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang dapat memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.
Keterangan : Spesies Lalat B
Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.
Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Coynobacterium dephteroid, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.
Keterangan : Spesies Lalat C
Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.
Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Staphylococcus sp., yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.
Hasil yang serupa diperoleh untuk jenis lalat lain yang banyak mengandung bakteri patogen Salmonella sp. dan Proteus sp., yang terhambat oleh pertumbuhan Actinomyces.
Kesimpulan :
Masuknya lalat pada makanan atau minuman, dengan tanpa dicelup dan dicelup, ternyata memberikan hasil berbeda yang signifikan. Hal ini membenarkan apa yang disabdakan oleh baginda Nabî yang mulia, Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, bahwa pada sayap lalat itu terdapat penyakit sekaligus penawarnya. Maha benar Allôh dan Maha benar Rasūlullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam.
Publikasi : Moch. Rachdie Pratama, S.Si
Referensi Jurnal Kesehatan : http://abdurrahman.org/health/TheHadeethontheFly.pdf
Daftar Rujukan :
- Syubuhât wa Isykâlât Haula Ba’dhil Ahâdîts wal Ậyât, Lajnah ad-Dâ`imah lil Buhutsil ‘Ilmîyah wal Iftâ`, Dâr ats-Tsabât lin Nasyr wat Tauzî’, cet. I, 1322.
- Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, Maktabah Syâmilah.
- Fatâwâ al-Azhar, ‘Athiyah Shaqr, Maktabah Syâmilah.
- Al-Hadîts Hujjatun Binafsihi fil Aqô’id wal Ahkâm, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, softcopy dari http://www.sahab.org.
- Al-Madrosatu al-‘Aqlîyah wa Buthlânu Hujjatuha, DR. Muhammad Mūsâ Nashr, Dârul Atsarîyah, Amman, 2005.
- The Hadith on The Fly : One Wing Carrying Disease And The Other Carrying The Cure, Student Research Seminar Team, Course Med 497, http://www.islamlife.com
- Microbiology Concepts and Application, Paul A. Ketchum, John& Wiley Sons Inc., America, 1998.
- Kamus Kedokteran Dorland, Tim EGC, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 26, cet. II, 1996
1 komentar:
terima kasih atas artikel yg bermanfaat ini..
jika berkenan follow back ya.
Posting Komentar